Menjadi
manusia. Tak sulit sebenarnya. Namun bagi sebagian orang ia sulit.
Bahkan ia teramat sulit. Dan memang kebanyakan manusia merasa sulit
untuk menjadi manusia. Padahal ia manusia. Terlahir sebagai
manusia dan dari asal usul yang juga manusia. Seluruh bagian-bagiannya
adalah manusia, sebab tak mungkin ia berkolaborasi dengan makhluk lain
selain manusia. Tidak dengan makhluk bernama malaikat. Juga tidak dengan
makhluk bernama setan. Pun dengan binatang juga tidak. Ia murni
manusia.
Padahal ia manusia. Tercipta dengan sebaik-baik bentuk manusia.
"Sungguh Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya."[1]
Seharusnya ia benar-benar menjadi manusia. Meski kadang berbuat salah
tapi seharusnya ia tetap menjadi manusia, bukan binatang. Sebagaimana ia
mampu berbuat kebaikan, namun tetap juga tak mampu menjadi malaikat.
Padahal ia manusia. Maka cukuplah menjadi manusia. Tapi memang sedikit
yang mampu menjadi manusia. Sedang selebihnya, dan selebihnya itu
sangatlah banyak, bukanlah manusia. Sebab sudah sepastinya bahwa yang
terpilih dari sesuatu yang banyak seringnya adalah sedikit. Pasir emas
pastinya pasir yang mengandung emas. Dan bukan emas yang mengandung
pasir. Begitu juga gunung emas. Sebab tak mungkin ada emas murni sebesar
gunung. Bila ada maka emas tak akan lagi dipandang emas. Tapi ia setara
batu-batu.
Padahal ia manusia. Maka tak selayaknya ia menjadi bukan manusia. Tak seharusnya ia menjadi,
"Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat darinya."[2]
Tapi ada yang memilih menjadi binatang ternak. Bahkan menjadi binatang
yang lebih buruk dari binatang ternak. Ikhlas sepenuh hati. Sebab
namanya pilihan ikhlas tak mungkin karena terpaksa, atau setengah
terpaksa. Namun ada juga yang memang karena terpaksa, sebab sepanjang
hidupnya ia tak pernah mengenal hidayah.
Di antara binatang
adalah kambing. Setiap saatnya ia bisa makan. Tak jelas kapan
kenyangnya, sebab yang nampak adalah mulutnya yang selalu bisa
mengunyah. Kapan saja. Yang pasti saat ia makan, tak pernah ia peduli
apakah saudaranya juga makan. Bahkan ada satu ciri khas kambing adalah
suka menerobos pekarangan lalu ia makan tanaman yang ada di dalamnya.
Dan ia ada tiruannya, namanya manusia.
Dan di antara binatang
adalah ayam jantan. setiap saatnya ia kawin. Kawin-kawin adalah hobinya.
Satu betina ia kawin-kawin, sepuluh betina pun ia kawin-kawin. Yang
pasti ia tak perlu tahu, siapa betina yang ia kawin-kawin dengannya. Dan
ia ada tiruannya, namanya manusia.
Dan di antara binatang
adalah lintah. Setiap ada kesempatan ia menyedot darah. Sedang darah
adalah bagian vital dari makhluk yang berdarah. Tak pernah ia meminta
ijin saat menyedot darah, padahal darah itu bukanlah miliknya yang sah.
Ia selalu diam-diam saat melakukan aksinya, sebab bisa gagal bila ada
yang melihatnya. Sepuasnya ia akan mengenyangkan perutnya. Bahkan kalau
bisa ia akan selalu tetap menempel untuk menyedot darah. Ia pencuri
senyap. Dan ia ada tiruannya, namanya manusia.
Dan di antara
binatang adalah burung pemakan bangkai. Makanannya adalah bangkai. Tak
pernah ia berjihad semisal burung elang untuk mendapatkan makanan yang
bukan bangkai. Ia sudah cukup bahagia dan tentram hatinya meski hanya
memakan bangkai. Dan boleh jadi bangkai yang ia makan adalah saudaranya
sesama burung bangkai. Dan ia ada tiruannya, namanya manusia.
Dan diantara binatang adalah Babi. Ia binatang yang bisa memakan makanan
kotor, bahkan kotorannya pun bisa ia makan. Banyak peneliti binatang
ini mengatakan bahwa babi adalah satu-satunya binatang yang tidak punya
rasa cemburu. Tak ada sedikit pun yang bisa mengusik harga dirinya. Ia,
pasangannya, anak turun betinanya, semuanya sama, bermazhab diriku
milikmu dan dirimu juga milikku. Dan ia ada tiruannya, namanya manusia.
Dan diantara binatang adalah kera. Ia binatang licik, culas dan tukang
makar tipu daya. Karena sifat buruk itulah maka ia menjadi ikon bani
Israel. Dahulu sebagian nenek moyangnya pernah diazab oleh Allah menjadi
kera sebab perbuatan licik dan makar tipu dayanya saat menangkap ikan
di hari yang mereka dilarang untuk menangkapnya. Dan ia pun kini ada
tiruannya, namanya manusia.
Dan di antara binatang adalah
keledai. Dikenal dalam dunia khayalan sebagai binatang pandir. Namun
satu kebodohannya yang tercatat dalam Alqur'an adalah bersuara buruk.
Sejatinya bukan pada suara, namun Alqur'an ingin memberikan isyarat
bahwa berbicara itu ada akhlaknya. Bila tidak maka bicara tanpa akhlak
ibarat keledai yang mengeluarkan suaranya. Ia bodoh karena tidak
memiliki ilmu kesantunan dalam bicara. Dan ia ada tiruannya, namanya
manusia.
Lalu kita ini siapa? Yang pasti janganlah dulu kita
berbangga dengan bentuk kita yang manusia atau wajah kita yang manusia.
Namun lihat dan pastikan bahwa cara bicara kita, cara makan kita, cara
berpasangan kita dan cara bergaul kita dengan sesama adalah cara-cara
manusia, bukan yang selain manusia.
Rabu, 06 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar